Rabu, 19 November 2008

“D I A T O M”

STEPANUS MARIO PARERA


“D I A T O M”

1. Pengertian Diatom
Diatom adalah tumbuhan cell tunggal yang tergolong dalam kelas Bacilariophyceae dari phylum Bacilariophyta. Diatom bisa terdiri dari satu cell tunggal atau gabungan dari beberapa cell yang membentuk rantai. Biasanya terapung bebas di dalam badan air dan juga kebanyakan dari mereka melekat (attach) pada substrat yang lebih keras. Pelekatan diatom biasanya karena tumbuhan ini mempunyai semacam gelatin (Gelatinous extrusion) yang memberikan daya lekat pada benda atau substrat. Kita juga kadang menemukan beberapa diatom yang walau sangat lambat tetapi punya daya untuk bergerak.
Diatom akan sangat tergantung pada pola arus laut dan pergerakan massa air baik itu secara horizontal maupun vertical. Cell diatom ini mempunyai ukuran kurang lebih 2 micron sampai beberapa millimeter, namun kita juga kadang menemukan beberapa yang ukurannya sampai 200 micron. Sampai saat ini para ahli memperkirakan jumlah species dari diatom ini sekitar 50.000 spesies.
Diatom kebanyakan tersebar pada seluruh perairan dunia, dari perairan air tawar hingga lautan dalam. Bahkan ada beberapa yang di temukan pada genangan air bekas gunung berapi. Diatom umumnya di temukan pada laut, sungai, estuary, kolam, aliran air pada irigasi-irigasi, bahkan kolam-kolam kecil sekalipun. Yang menarik adalah diatom bahkan dapat di temukan pada sediment dari permukaan laut bahkan sungai, danau dan estuary. Bahkan di jadikan indicator dari pola pelapisan sediment yang terbentuk. Tidak jarang juga di jadikan indicator lingkungan pada indikasi pencemaran lingkungan.

2. Sumber Diatom
Dari sumbernya diatom dapat di kelompokkan kedalam Diatom asli parairan tersebut (Autochthonous) dan Diatom yang berasal dari luar perairan itu (Allochthonous). Pada daerah-daerah pantai atau estuary yang banyak terdapat vegetasi seperti lamun (seagrass) dan Macroalga, perairan tersebut kebanyakan di jumpai kelompok diatom asli yang berasal dari perairan tersebut (autochthonous) yang umumnya berasal dari epiphyte yang melekat pada macrophyte. Kelompok diatom ini juga dikenal dengan epiphytic diatom.

3. Bentuk Diatom
Bentuk diatom itu sendiri di kenal dengan cell diatom melingkar (Centric diatom) dan cell diatom memanjang (pennate diatom).

4. Penggolongan Diatom
Penggolongan diatom menurut pola hidupnya juga di bedakan atas 8 kelompok. Yaitu :
1. Epiphytic dikenal dengan kelompok diatom yang melekat pada tumbuhan lain yang lebih besar.
2. Epipsamic dikenal dengan kelompok diatom yang hidup dan tumbuh pada pasir.
3. Epipelic di kenal dengan kelompok diatom yang hidup dan tumbuh pada permukaan tanah liat (mud) atau sediment.
4. Endopelic di kenal dengan kelompok diatom yang tumbuh dalam rongga tanah liat (mud) atau sediment.
5. Epilithic di kenal dengan kelompok diatom yang tumbuh dan melakat pada permukaan batuan.
6. Endolithic di kenal dengan kelompok diatom yang tumbuh didalam rongga batuan pada dasar perairan.
7. Epizoic di kenal dengan kelompok diatom yang melakat pada hewan umunya invertebrate dasar perairan.
8. Fouling di kenal dengan kelompok diatom yang melekat pada benda-benda yang keras yang biasannya di tanam atau di letakkan pada dasar perairan.





Diploneis suborbicularis



Auliscus sculptus



Lyrella lyra



Dimeregramma sp.




Nitzschia punctata




Cocconeis molesta var



Actinoptychus
senarius



Coscinodiscus radiatus








Thalassiosira oestrupii



Thalassiosira lentiginosa



Asteromphalus hookeri



Nitzschia reinholdii




Nitzschia reinholdii



Azpeitia tabularis



Fragilariopsis ritscheri



Chaetoceros

Sebagai dasar dari seluruh rantai makanan, diatoms merupakan producer primer pertama yang di manfaatkan oleh consumer seperti zooplankton, ikan kecil, udang kecil dan atau beberapa bivalve yang menyring makanan dari badan air (suspension feeder).

Senin, 10 November 2008

PROMOSI KESEHATAN UNTUK HIDUP SEHAT

STEPANUS M.PARERA




“DOA”
DISABILITY ORIENTED APPROACH
PROMOSI KESEHATAN UNTUK HIDUP SEHAT

Hidup sehat, bebas dari derita penyakit dan jauh ancama kematian , merupakan idaman dan harapan manusia. sejalan dengan peralihan konsep pelayanan kesehatan sesuai perubahan paradigm kesehatan, terjadi perubahan pelayanan dari orientasi sakit ke orientasi sehat menjadikan masyarakat yang lama mengelut pada konsep dengan pola “nanti sakit baru mencari obat menuju sehat” dihadapkan pada konsep dengan pola “mencegah penyakit jauh lebih baik dari mengobatinya”.
Hidup sehat dan mewujudkan dalam bentuk meningkatnya kemampuan pada kegiatan untuk mampu menolong diri, keluarga dan masyarakat sekitar sejalan dengan konsep promosi kesehatan, maka mereka yang memilih dan memanfaatkan Disability Oriented Approach (DOA) sebagai alat untuk membantu masyarakat menga-AGENDA-kan hidup sehat yang lebih baik di hari esok disbanding dengan hari ini seraya meng-APLIKASI-kannya melalui proses perubahan pengamalan perilaku merupakan pilihan yang tepat.
Paradigma sehat merupakan kegiatan yang tidak lepas dari proses pengembangan kemanusia dan kemasyarakat. Sehubungan denga konsep yang mendasari pengembangan “DOA” dan sejalan dengan paradigm sehat tersebut, ditemukan berbagai fakta untuk menjawab pertanyaan :
“apa sih yang harus disiapkan bila seorang, sekelompok orang dan bahkan masyarakat ingin diajak untuk hidup sehat?

Untuk menjawabnya, dapat disimpulkan 3 hal :
1. Kemampuan masayarakat memahami arti hidup sehat sebagai hasil perpaduan yang dikembangkan dari konsep hidup sehat secara modern dan tradisional. Umunya landasan uatama pemikidan mereka, hidup sehat tidak dapat dipisahkan dengan “sakit, obat dan pengobatan menuju sehat”.
2. Bagi warga masyarakat khususnya dipedesaan, hidup sehat sebagai manifestasi hasil perubahan perilaku, merupakan tantangan fisik, mental dan sosial.
3. Bagaimana tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimiliki seseorang namun “sosialisasi” yang bersumber dari nilai budaya yang dimilikinya, harus dipertimbangankan sebagai faktor penghambat perubahan, mengatasi hambatan ini, setidaknya tiga syarat yang diperlukan agar perubahan tetap berlangsung “
a. Perubahan harus dapat dirasakan sebagai hal yang baik dan berguna bagi yang bersangkutan;
b. Peruabahan itu tetap bersumber dari nilai budaya di mana yang bersangkutan berada, dibesarkan dan berinteraksi;
c. Perubahan itu merupakan bukti keikut sertaan dirinya secara aktif sejak perencanaan sampai dengan aplikasi dan evaluasi.
Berdasarkan ke-3 hal tersebut di atas dapat di rangkum dan dijabarkan betapa pentingnya penhgertaian “Disability” untuk dapat digunaknan sebagai “alat” guna memberikan pemahaman bahwa hidup sehat itu “indah, bahagia, sejahtera dan menguntungkan” melalui motto perubaha : “ carilah persamaan dan hindarilah perbedaan.
Memanfaatkan “DOA” melalui proses perubahan pengalaman perilaku sehat menjadikan “aplikasi DOA” termasuk proses inovasi. Sebagai kegiatan inovatif, pemanfaatab “DOA” guna mewujudkan hidup sehat akan dapat diterima masayarkat melali proses komunikasi yang baik, tepat dan sederhana sehingga masyarakat termotivasi menerima inovasi yang ditawarkan.
Bila “DOA” dimanfaatkan dalam konteks budaya, diperlukan kesadaran bahwa pemahaman akan peran budaya untuk kesehatan memerlukan dukungan teknologi. Meskipun secara universal di setiap budaya terdapat nilai, “sehat, sakit’ berobat dan sembuh”, tetapi perbedaan tingkat teknologi yang dimiliki, dikembangkan dan diaplikasikan dalam budaya itu akan mewarnai pula jenis upaya kesehatan yang diamalkan. Bagi budaya sederhana, upaya untuk hidupsehat mencakuppada pengetian dan pengalaman “ setelah jatuh sakit lalu mencari obat untuk sembuh” tanpa mengenal upaya pencegahan. Memalui “DOA” pemikiran akan hidup sehat dan bahkan kematian merupakan hal yang dikembangkan melalui jalur pemikiran bahwa “ kematian memang hak dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa” tetapi di pihak lain, Dia telah menganugerahkan ilmu pengetahuan kepada hambaNya untuk “berupaya hidup sehat, bebas dari derita penyakit dan jauh dari ancaman kematian”

Penerapan konsep DOA ini telah dilaksanakan dibanjarmasin dan membuahkan hasil yang baik dengan adanya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.

Menurut saya dapat disimpulkan bahwa “DOA” adalah :
 Pendekatan promosi kesehatan inovatif, berbasis trial epidemiologi dan dikembangkan melalui proses komunikasi guna menyadarkan dan memotivasi masyarakat untuk mampu HIDUP SEHAT memalui upaya pencegahan guna menghindari disability serta ancaman kematian.
 Melalui “DOA”, akan terlihat secara bermaksa pentingnya upaya melalui kegiatan “Teknologi Kesehatan HULU” yang mengutamakan pencegahan disbanding harus menderita dan memanfaatkan “Teknologi Kesehatan HILIR” yang sarat resiko, mahal dan penuh derita.

SUMBER :
Ngatimi. H. M. Rusli. 2005. Disability Oriented Approach (DOA) Promosi Kesehatan Untuk Hidup Sehat. Makasar : Yayasan PK-3.

ANALISIS KEBIJAKAN VERSI DUNN

by. Stepanus M. Parera



ANALISIS KEBIJAKAN VERSI DUNN

Ø TINJAUAN KRITIS :

Analisis kebijakan versi Dunn adalah analisis kebijakan yang dipahami sebagai sebuah aktifitas intelektual dan praktis yang bertujuan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan dalam proses analisis kebijakan. Analisis kebijakan adalah di siplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode pengkajian dalam konteks argumentasi dan debat politik untuk menciptakan secara kritis menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses politik. Analisis kebijakan tidak dimaksudkan menggantikan politik dan membangun elitteknokratis.

Dalam model analisis ini, prosedur analisis kemudian menjadi penting. Dalam metode analisis versi Dunn terdapat lima prosedur yang harus dilewati dalam sebuah proses analisis kebijakan.

1. Definisi : Menghasilkan informasi mengenai kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan.

2. Prediksi : Menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa datang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk jika melakukan sesuatu.

3. Preskripsi : Menyediakan informasi mengenai nilai konsekuensi kebijakan di masa datang.

4. Deskripsi : Menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu diterapkannya alternatif kebijakan.

5. Evaluasi : Kegunaan alternatif kebijakan dalam memecahkan masalah

Menurut Dunn, analisis kebijakan harus dapat menjawab tiga macam pertanyaan yaitu mengenai nilai yang ingin dicapai, fakta, dan tindakan yang digunakan untuk mencapai nilai tertentu. Untuk menjawab tiga pertanyaan tersebut, analisis kebijakan publik menggunakan salah satu atau kombinasi pendekatan yaitu empiris, evaluatif dan normatif. Sementara itu, cara argumen kebijakan dibagi menjadi delapan, yaitu cara :

1. Otoritatif, yaitu pernyataan kebijakan yang didasarkan pada argumen pihak berwenang.

2. Statistikal, didasarkan pada argumen sampel dari populasi yang menjadi target kebijakan.

3. Klasifikasional, yang didasarkan pada klasifikasi target kebijakan.

4. Intuitif, yang didasarkan pada “pengetahuan terpendam” pembuat kebijakan.

5. Analisentrik, yang didasarkan pada metodologi yang dianggap valid.

6. Eksplanatorik, didasarkan pada hubungan sebab-akibat.

7. Pragmatis, didasarkan pada analogi-analogi atau kasus-kasus yang sama.

8. Kritik-nilai, didasarkan pada etika atau berkenaan dengan nilai baik dan buruk.

Langkah umum dalam melakukan analisis kebijakan adalah

1. Perumusan masalah,

2. Identifikasi tujuan,

3. Identifikasi alternative penyelesaian masalah,

4. Analisismanfaat dan biaya,

5. Komunikasi dengan stakeholder(dapat dilaksanakan disemuat ahapan),

6. Penentuan opsi terbaik dalam menyelesaikan masalah,

7. Perumusan strategi implementasi kebijakan dan

8. Memonitor dan mengevaluasi kebijakan.

Ø PENDAPAT KELOMPOK

Analisis Kebijakan menurut Dunn adalah analisis yang sistematis, ilmiah dan praktis dimana analisis ini dipergunakan oleh penentu kebijakan yang bersifat otoriter. Analisis ini dibuat untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang bersifat segera. Analisis kebijakan ini biasanya diterapkan dalam konteks politik, contohnya Presiden dan Menteri yang mengeluarkan kebijakan.

Ø PENERAPAN ANALISIS KEBIJAKAN DUNN

Perumusan masalah merupakan tahapan paling mendasar dalam proses formulasi kebijakan. Karena tahap ini adalah merumuskan apa sebenarnya yang menjadi masalah kebijakan untuk segera dipecahkan. Tahapannya bermula dari pengakuan atau “dirasakannya keberadaan” suatu situasi masalah. Perpindahan dari situasi masalah harus melalui suatu “pencarian masalah” yang masih multi tafsir (meta problem), kemudian perpindahan menuju permasalahan paradigmatik (subtantive problem) dilalui melalui “pendefinisian masalah”, sampai akhirnya dapat ditemukan spesifikasi masalah yang kemudian menjadi agenda setting dari suatu kebijakan (formal problem). Dari masalah formal yang telah spesifik menjadi kebijakan, kemudian kembali lagi pada situasi masalah yang merupakan hasil dari “pengenalan masalah”, Dalam perumusan masalah merupakan titik krusial yang membutuhkan niat baik atau pun komitmen dari otoritas pemerintah, sehingga pada tahapan - tahapan yang dilalui tersebut dapat menghasilkan klasifikasi secara jelas dan tegas, mana yang termasuk masalah privat dan mana masalah yang tergolong masalah publik.

Analisis Dunn dapat diaplikasikan dalam Rencana kebijakan pemerintahan SBY-Kalla untuk menaikkan harga BBM yang diawali oleh pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan bahwa APBN negara terbebani berat oleh pemberian subsidi BBM yang diperkirakan mencapai Rp.63 trilyun. Solusi untuk mengurangi beban itu alternatifnya hanya satu, mengurangi subsidi BBM alias harga BBM dinaikkan. Ketika pernyataan ini dikemukakan oleh otoritas pemerintah seperti Wakil Presiden, sebenarnya pemerintah bukan lagi pada tahap merumuskan masalah yang mengharapkan respon dari publik. Tetapi pemerintah melakukan sosialisasi agenda kebijakan menaikkan harga BBM yang efektif diberlakukan pada awal tahun 2005. Langkah pemerintah ini merupakan langkah-langkah perumusan masalah secara sepihak tanpa melibatkan publik atau para aktor di tingkat legislatif dan kelompok strategis lainnya. Sehingga yang terjadi adalah pemerintah telah mencapai tahap menemukan spesifikasi masalah (formal problem), sedangkan masyarakat sedang berada dalam tahapan mengakui “situasi bermasalah”. Ketika pemerintah berargumentasi bahwa kebijakan menaikkan harga BBM dilandasi oleh terbebaninya APBN oleh subsidi BBM, penolakan argumnetasi ini banyak terjadi. Publik sebenarnya meletakkan masalah utamanya adalah mengapa negara Indonesia yang kaya sumber daya alam di bidang gas, minyak dan hasil tambang lainnya, harus melakukan impor dari luar negeri.

Dwidjowijono. 2007. Analisis kebijakan. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Hal 7 -33.DISORIENTASBIJAKAN

Zamroni S. 2008. Disorientasi Kebijakan Publik Di Indonesia (Kasus Kenaikan Harga Gas Elpiji, Petramax dan Rencana Kenaikan BBM). (Online). (httpwww.ireyogya.orgwpWP%20Sunaji%2002.pdf, diakses 7 November 2008)

RENCANA PEMBAGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005-2010 BIDANG KESEHATAN

RENCANA PEMBAGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005-2010

(RPJMD PROVINSI SULUT)

PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

PEMBANGUNAN KESEHATAN

Pembangunan kesehatan yang berkualitas merupakan prasyarat untuk mendukung pembangunan secara keseluruhan. Kegiatan sektor kesehatan dapat diwujudkan dengan mendorong antara lain pengembangan sumberdaya kesehatan yang meliputi sarana dan prasarana, dokter dan tenaga kesehatan, dan pengembangan perilaku hidup sehat sebagai basis budaya masyarakat di masa depan.

Pembangunan kesehatan mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat sehingga diperlukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan manusia dan lingkungan yang sehat.

Program pembangunan kesehatan di Propinsi Sulawesi Utara harus diletakkan pada pengembangan manajemen kesehatan dan pembudayaan perilaku hidup sehat yang bersumber pada sumberdaya kesehatan lokal.

A. MASALAH

1. Besarnya disparitas status kesehatan antara kelompok masyarakat

Masih besarnya disparitas status kesehatan antartingkat sosial ekonomi, antarkawasan, dan antarperkotaan-pedesaan. Perbedaaan tersebut disebabkan kemampuan untuk mengakses pada kesehatan yang bermutu dari setiap kelompok dan strata masyarakat, kurangnya informasi, budaya lokal, serta beban ganda penyakit. Kemampuan untuk mengakses pada kesehatan yang bermutu bagi masyarakat perkotaan lebih besar dibanding masyarakat pedesaan karena biaya pengobatan masih relatif sulit untuk dijangkau bagi masyarakat golongan sosial ekonomi rendah. Kurang informasinya kesehatan bagi masyarakat terutama yang hidup di pedalaman, pesisir, dan pulau-pulau kecil sehingga perilaku hidup sehap masih rendah. Budaya lokal pada beberapa kelompok masyarakat yang memungkinkan tetap rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya arti kesehatan yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan, makanan dan cara hidup sehat. Demikian pula beban ganda penyakit, seperti demam berdarah, cikungunya, dan HIV/AIDS. Hal ini semua akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis pelayanan kesehatan.

2. Rendahnya jumlah, kualitas, pemanfaatan, dan keterjangkauan sarana dan prasarana kesehatan.

Selain jumlah yang masih kurang, kualitas, pemerataan, dan keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan yang masih rendah karena keterbatasan dan belum memadainya sebagian sarana dan prasarana kesehatan. Kualitas pelayanan di rumah sakit di hampir semua Kabupaten/Kota masih di bawah standar, demikian pula di Puskesmas. Pelayanan kesehatan rujukan belum optimal dan belum memenuhi harapan masyarakat. Kesulitan masyarakat dalam menerima pelayanan yang memadai karena lambatnya pelayanan, kesulitan administrasi, dan lamanya waktu tunggu. Perlindungan masyarakat terhadap obat dan makanan masih rendah. Kebutuhan masyarakat akan obat-obatan dan tambahan makanan (food supplement) untuk hidup lebih sehat semakin meningkat sedangkan harganya relatif mahal.

3. Rendahnya pelayanan kesehatan kepada kelompok masyarakat miskin dan terpencil.

Penyakit infeksi yang merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan anak balita, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, tetanus neonatorum, dan penyulit kelahiran lebih sering terjadi pada kelompok masyarakat ini. Penyakit lain yang banyak diderita oleh kelompok ini adalah penyakit tuberkolosis paru, demam berdarah, dan malaria. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin dan terpencil terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya. Kendala geografis karena banyak terdiri dari pulau-pulau kecil dan daerah pedalaman dengan keterbatasan transportasi, sedangkan kendala biaya karena ketidakmampuan untuk membiayai jasa kesehatan serta belum adanya arusansi kesehatan bagi kelompok masyarakat ini.

4. Terbatasnya kualitas dan jumlah sumber daya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata.

Ada Puskesmas yang belum memiliki dokter dan tenaga kesehatan masyarakat. Demikian pula belum adanya dokter spesialis yang dibutuhkan pada lokasi pelayanan kesehatan masyarakat untuk kasus-kasus mendesak. Selain itu terbatasnya kualitas sumber daya tenaga kesehatan serta distribusinya yang tidak merata. Juga rendahnya kinerja pelayanan kesehatan oleh dokter dan tenaga kesehatan masyarakat dengan beberapa indikasi, seperti proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi bayi yang mendapatkan imunisasi campak, dan proporsi penemuan kasus tuberkolosis paru.

5. Rendahnya perilaku masyarakat untuk menumbuhkan budaya hidup bersih dan sehat berdasarkan sumberdaya lokal.

Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung peningkatan status kesehatan penduduk. Perilaku masyarakat tidak sehat berupa kebiasaan merokok, rendahnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada anak balita, serta kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, penderita penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Zat Aditif (NAPZA) dan kematian akibat kecelakaan. Demikian pula masih rendahnya pemahaman akan perilaku-perilaku buruk tersebut dan terbatasnya penyuluhan dari berbagai pihak akan dampak negatifnya bagi kesehatan.

6. Rendahnya kondisi sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja.

Kurangnya akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar merupakan faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat dalam kaitannya dengan pemukiman dan lingkungan kerja masyarakat. Sebagian besar masyarakat yang hidup di daerah pedesaan masih menggunakan air bersih yang belum memenuhi kualitas standar. Demikian pula mereka belum memiliki tempat tinggal yang layak dari segi kesehatan. Penanganan kesehatan lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor yang perlu dikelola dalam sistem kesehatan kewilayahan.

B. SASARAN

Sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2010 adalah menurunnya disparitas status kesehatan antara kelompok masyarakat, meningkatnya jumlah, kualitas, pemanfaatan dan keterjangkauan prasarana, dan sarana kesehatan guna memperluas pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat, meningkatnya pelayanan kesehatan kepada kelompok masyarakat miskin dan terpencil yang rawan terhadap masalah kesehatan, meningkatnya kualitas dan jumlah serta makin meratanya distribusi sumber daya tenaga kesehatan, meningkatnya upaya masyarakat di bidang kesehatan melalui budaya hidup bersih dan sehat berdasarkan sumber daya lokal dan terciptanya kondisi sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja yang lebih baik yang antara lain tercermin dari indikator dampak yaitu:

1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,9 tahun pada tahun 2003 menjadi 73 tahun pada akhir tahun 2010.

2. Menurunnya angka kematian bayi dari 25,6 pada tahun 2003 menjadi 20,0 per 1.000 kelahiran hidup pada akhir tahun 2010.

3. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 21,9 persen pada tahun 2003 menjadi 16,1 persen pada akhir tahun 2010.

4. Meningkatnya jumlah Puskesmas (Puskesmas, Pembantu, Keliling/Darat, Keliling/laut, Rawat Inap) dari 876 buah pada tahun 2003 menjadi 1.000 buah pada akhir tahun 2010.

5. Meningkatnya jumlah tenaga kesehatan (Dokter Ahli/Spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi, Apoteker, Sarjana Kesehatan) dari 872 orang pada tahun 2003 menjadi 1.000 orang pada akhir tahun 2010.

C. KEBIJAKAN

Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pembangunan bidang kesehatan di Propinsi Sulawesi Utara dalam lima tahun ke depan terutama ditujukan pada:

1. Peningkatan jumlah, kualitas, pemanfaatan dan pembenahan sarana dan prasarana kesehatan untuk meningkatkan akses masyarakat kepada pelayanan kesehatan yang bermutu.

2. Pengembangan pola hidup sehat dan sistem jaminan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan terpencil.

3. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan dan pemerataan distribusinya.

4. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat serta pencegahan dan pemberantasan penyakit.

5. Peningkatan kualitas sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja;

6. Perbaikan dan peningkatan kualitas pangan dan gizi masyarakat.

7. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.

8. Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

9. Peningkatan upaya mutu pelayanan kesehatan jiwa masyarakat.

10. Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan

11. Penelitian dan pengembangan kesehatan.

D. PROGRAM DAN KEGIATAN

Kebijakan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:

1. Program peningkatan jumlah, kualitas, pemanfaatan dan pembenahan sarana dan prasarana kesehatan.

Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, kualitas, pemanfaatan dan pembenahan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan masyarakat.

Kegiatan

- Peningkatan jumlah, kualitas, dan pemanfaatan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.

- Peningkatan mutu pelayanan kesehatan bagi daerah miskin, terpencil, dan kepulauan, dengan unit pelayanan terpadu dan bersifat mobile.

- Peningkatan perbaikan/pembenahan sarana dan prasarana kesehatan.

- Peningkatan pengadaan perbekalan sarana dan prasarana kesehatan.

- Peningkatan peran sektor swasta dalam upaya pengadaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.

2. Program pengembangan pola hidup sehat dan sistem jaminan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan terpencil.

Program ini ditujukan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan, kualitas dan percepatan pelayanan kesehatan perorangan, serta pemihakan terutama kepada masyarakat miskin dan terpencil untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan sendiri dan lingkungan.

Kegiatan

- Peningkatan kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat.

- Penurunan prevalensi perokok, penyalahgunaan narkotika, psiko-tropika, dan zat aditif lainnya.

- Peningkatan status kesehatan reproduksi bagi wanita usia subur, anak, remaja, ibu hamil, dan ibu menyusui.

- Peningkatan kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak.

- Penguatan sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai dengan potensi dan budaya loka

- Peningkatan pelayanan kesehatan rujuk.

- Peningkatan jumlah masyarakat yang menjadi peserta JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat).

- Pengembangan pelayanan dokter keluarga.

- Peningkatan jumlah keluarga yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

3. Program peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan dan pemerataan distribusinya.

Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

Kegiatan

- Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan.

- Peningkatan pendayagunaan tenaga kesehatan.

- Peningkatan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan yang mengutamakan pengembangan peserta didik dalam rangka meningkatkan keterampilan dan profesionalitas.

- Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, serta rumah sakit.

- Pemerataan distribusi tenaga kesehatan di daerah-daerah, dengan prioritas daerah terpencil, terisolasi, dan kepulauan.

- Penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan.

4. Program peningkatan kualitas kesehatan masyarakat serta pencegahan dan pemberantasan penyakit.

Program ini ditujukan untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat yang berhasil guna dan berdaya guna dan terjangkau oleh segenap anggota masyarakat menuju masyarakat yang sehat, mandiri dan produktif serta menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penanggulangan penyakit menular adalah malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta, tuberkolosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Prioritas penanggulangan penyakit tidak menular adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.

Kegiatan

- Peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat yang mencakup sekurang-kurangnya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar.

- Penghindaran masyarakat dari dampak bencana yang terjadi dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam penanggulangan bencana.

- Pengembangan pelayanan rehabilitasi bagi kelompok yang memerlukan pelayanan khusus.

- Peningkatan pelayanan kesehatan bagi kelompok lanjut usia.

- Penurunan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular, dan penyakit tidak menukar termasuk kesehatan gigi.

- Peningkatan penemuan dan tata laksana penderita.

- Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah.

- Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit.

- Peningkatan jumlah imunisasi.

5. Program peningkatan kualitas sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja.

Program ini ditujukan untuk mewujudkan kualitas sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja yang sehat dan yang mendukung kebutuhan dasar manusia untuk hidup sehat dan melakukan interaksi sosial melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan.

Kegiatan

- Upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik dengan memaksimalkan potensi secara mandiri.

- Peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk memelihara lingkungan sehat.

- Peningkatan cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih yang berkualitas.

- Peningkatan sanitasi lingkungan di perkotaan dan pedesaan.

- Pemukiman dan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan di pedesaan dan perkotaan termasuk penanganan daerah kumuh.

- Pemenuhan syarat kesehatan di tempat-tempat umum dan cara pengelolaannya.

- Pemenuhan lingkungan sekolah yang memadai dan mendukung perilaku sehat.

- Pemenuhan persyaratan kesehatan di tempat kerja, perkantoran, dan industri.

- Pemenuhan persyaratan kesehatan di seluruh rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain termasuk pengolahan limbah.

- Pengolahan limbah industri dan polusi udara oleh industri maupun sarana transportasi.

- Peningkatan mutu sanitasi dan higiene pengolahan makanan.

- Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan.

6. Program perbaikan gizi masyarakat.

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan anak balita, serta meningkatkan intelektualitas dan produktivitas sumber daya manusia.

Kegiatan

- Penyuluhan gizi masyarakat.

- Penanggulangan prevalensi gizi kurang pada balita, prevalensi Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi besi, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya.

- Penanggulangan gizi kurang dan menekan kejadian gizi buruk pada balita dan penanggulangan KEK pada wanita usia subur termasuk ibu hamil dan ibu nifas.

- Pemantapan pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).

- Pengembangan dan pembinaan tenaga gizi.

- Perbaikan gizi akibat dampak sosial, pengungsian, dan bencana alam.

7. Program pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.

Program ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat, dan perbekalan kesehatan termasuk obat tradisional, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan kosmetika serta pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam penyediaan tanaman obat-obatan.

Kegiatan

- Peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan.

- Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan.

- Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan.

- Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama untuk penduduk miskin dan terisolasi.

- Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit.

- Peningkatan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam penyediaan tanaman obat-obatan.

8. Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

Program ini ditujukan untuk memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat agar mampu menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan masyarakat.

Kegiatan

- Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).

- Pengembangan upaya kesehatan bersumber dari masyarakat, seperti pos pelayanan terpadu, pondok bersalin desa, dan usaha kesehatan sekolah, dan generasi muda.

- Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

- Peningkatan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan masyarakat.

- Pengembangan olah raga untuk meningkatan kesehatan.

9. Program peningkatan upaya mutu pelayanan kesehatan jiwa masyarakat.

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan jiwa masyarakat serta perluasan akses masyarakat miskin, terpencil, dan kepulauan untuk memperoleh layanan kesehatan jiwa yang bermutu dan berkesimbungan.

Kegiatan

- Peningkatan dan perbaikan jumlah, kualitas, dan pemanfaatan sarana dan prasarana kesehatan jiwa masyarakat.

- Peningkatan jumlah dan mutu tenaga kesehatan jiwa masyarakat yang profesional.

- Perluasan unit-unit pelayanan kesehatan jiwa masyarakat untuk meningkatkan jangkauan masyarakat miskin, terpencil, dan kepulauan terhadap pelayanan kesehatan jiwa yang bermutu.

- Pengembangan unit pelayanan kesehatan jiwa masyarakat terpadu dalam PUSKESMAS.

- Peningkatan usaha-usaha KIE dan penyuluhan kesehatan jiwa masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

- Peningkatan pelayanan kesehatan/kesehatan jiwa di rumah sakit bagi penderita gangguan jiwa dan korban penyalahgunaan NAPZA.

- Peningkatan peran sektor swasta dalam upaya pengembangan, pengadaan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana kesehatan jiwa masyarakat.

10. Program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan.

Tujuan dari program ini adalah semakin mantapnya kebijakan kesehatan, tersedianya masukan program pembangunan kesehatan dalam jumlah yang memadai, lengkap sesuai kebutuhan dan tepat waktu, terlaksananya program kegiatan sesuai dengan panduan/pedoman/petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis, termanfaatnya inrormasi yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan dan hasil supervisi/ bimbingan teknis untuk perbaikan pelaksanaan program kegiatan yang telah ditetapkan secara tepat waktu, efektif, berkualitas, dan berkesinambungan.

Kegiatan

Berlakunya Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

11. Program penelitian dan pengembangan kesehatan.

Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan masukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menunjang pembangunan kesehatan utamanya mendukung perumusan kebijakan, membantu memecahkan masalah dan mengatasi kendala dalam pelaksanaan program Peningkatan Mutu dan Pemerataan Upaya Kesehatan.

Kegiatan

- Penelitian dan pengembangan program-program di bidang kesehatan

- Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan prasarana penelitian

- Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan.

E. INDIKATOR

1. Meningkatnya persentase jumlah, kualitas, dan pemanfaatan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.

2. Tersedianya unit pelayanan kesehatan yang bekerja secara mobile dengan pendekatan go structure untuk membuka akses masyarakat kepulauan dan terisolasi kepada layanan kesehatan yang bermutu.

3. Meningkatnya persentase perbaikan/pembenahan sarana dan prasarana kesehatan.

4. Meningkatnya persentase pengadaan perbekalan sarana dan prasarana kesehatan.

5. Meningkatnya persentase peran sektor swasta dalam upaya pengadaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.

6. Meningkatnya persentase kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat.

7. Persentase prevalensi perokok, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya menurun.

8. Meningkatnya persentase status kesehatan reproduksi bagi wanita usia subur, anak, remaja, ibu hamil, dan ibu menyusui.

9. Meningkatnya persentase kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak.

10. Meningkatnya persentase upaya kesehatan jiwa masyarakat.

11. Meningkatnya persentase penguatan sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai dengan potensi dan budaya lokal.

12. Meningkatnya persentase pelayanan kesehatan rujuk.

13. Meningkatnya persentase jumlah masyarakat yang menjadi peserta JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat).

14. Meningkatnya persentase pelayanan dokter keluarga.

15. Meningkatnya persentase jumlah keluarga yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

16. Adanya perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan.

17. Meningkatnya persentase pendayagunaan tenaga kesehatan.

18. Meningkatnya persentase pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan yang mengutamakan pengembangan peserta didik dalam rangka meningkatkan keterampilan dan profesionalitas.

19. Meningkatnya persentase pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, serta rumah sakit.

20. Meningkatnya persentase pemerataan distribusi tenaga kesehatan di daerah-daerah.

21. Adanya penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan.

22. Meningkatnya persentase pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat yang mencakup sekurang-kurangnya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar.

23. Meningkatnya persentase penghindaran masyarakat dari dampak bencana yang terjadi dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam penanggulangan bencana.

24. Meningkatnya persentase pelayanan rehabilitasi bagi kelompok yang memerlukan pelayanan khusus.

25. Meningkatnya persentase pelayanan kesehatan bagi kelompok lanjut usia.

26. Persentase angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menukar termasuk kesehatan gigi menurun

27. Meningkatnya persentase penemuan dan tatalaksana penderita.

28. Meningkatnya persentase surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah.

29. Meningkatnya persentase komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit

30. Meningkatnya persentase jumlah imunisasi

31. Meningkatnya kualitas lingkungan fisik dengan memaksimalkan potensi secara mandiri.

32. Meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk memelihara ling-kungan sehat.

33. Meningkatnya jumlah cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih yang berkualitas.

34. Meningkatnya sanitasi lingkungan di perkotaan dan pedesaan.

35. Meningkatnya jumlah pemukiman dan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan di pedesaan dan perkotaan termasuk penanganan daerah kumuh.

36. Meningkatnya tempat-tempat umum dan pengelolaannya yang memenuhi syarat kesehatan.

37. Meningkatnya lingkungan sekolah yang memadai dan mendukung perilaku sehat.

38. Meningkatnya persyaratan kesehatan di tempat kerja, perkantoran, dan industri.

39. Meningkatnya persyaratan kesehatan di seluruh rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain termasuk pengolahan limbah.

40. Meningkatnya pengolahan limbah industri dan polusi udara oleh industri maupun sarana transportasi.

41. Meningkatnya kualitas sanitasi dan higiene pengolahan makanan.

42. Meningkatnya pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan.

43. Meningkatnya mutu dan jumlah kegiatan penyuluhan gizi masyarakat.

44. Meningkatnya mutu dan kegiatan penanggulangan prevalensi gizi kurang pada balita, prevalensi Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi besi, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya.

45. Meningkatnya kegiatan penanggulangan gizi kurang, kejadian gizi buruk pada balita dan penanggulangan Kurang Energi Kalori (KEK) pada wanita usia subur termasuk ibu hamil dan ibu nifas.

46. Upaya pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) meningkat; kerawanan pangan dan gizi cepat terdeteksi, dan tertanggulangi.

47. Meningkatnya mutu dan jumlah kegiatan pengembangan dan pembinaan tenaga gizi.

48. Terjaganya status gizi masyarakat akibat dampak sosial, pengungsian dan atau bencana alam.

49. Meningkatnya persediaan obat dan perbekalan kesehatan.

50. Meningkatnya upaya pemerataan obat dan perbekalan kesehatan.

51. Meningkatnya jumlah dan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan.

52. Meningkatnya keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama untuk penduduk miskin dan terisolasi.

53. Meningkatnya jumlah dan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit.

54. Meningkatnya upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam penyediaan tanaman obat-obatan.

55. Meningkatnya upaya pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi dan Edukasi (KIE).

56. Meningkatnya pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat, seperti pos pelayanan terpadu, pondok bersalin desa, dan ussaha kesehatan sekolah, dan generasi muda.

57. Meningkatnya jumlah dan mutu pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

58. Meningkatnya upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan masyarakat.

59. Meningkatnya jumlah dan mutu kegiatan pengembangan olah raga untuk meningkatkan kesehatan.

60. Meningkatnya mutu dan jumlah sarana dan prasarana kesehatan jiwa serta pemanfaatannya. Meningkatnya. jumlah dan mutu tenaga kesehatan jiwa masyarakat yang profesional.

61. Bertambahnya unit-unit pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di daerah miskin, terpencil, dan kepulauan.

62. Meningkatnya unit pelayanan kesehatan jiwa masyarakat yang terpadu dalam PUSKESMAS.

63. Meningkatnya jumlah dan mutu KIE dan penyuluhan kesehatan jiwa masyarakat.

64. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam prevensi dan promosi kesehatan jiwa prima dalam penyiapan dan perekrutan sumberdaya pemerintahan, pelayanan publik, pembangunan dan kemasyarakatan.

65. Meningkatnya peran sektor swasta dan masyarakat dalam upaya pengembangan, pengadaan dan atau perbaikan sarana dan prasarana kesehatan jiwa masyarakat.

66. Tersedianya Dokumen Sistem Kesehatan Daerah.

67. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat baik yang ada di pedesaan sampai pada rumah sakit rujukan.

68. Menurunnya prosentase penyalahgunaan obat terlarang.

69. Prosentase mutu obat dan makanan yang dikonsumsi.

70. Prosentase Gakin yang berkelanjutan.

71. Terkendalinya pengawasan dan penganggaran pembangunan kesehatan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA NO. 4 TAHUN 2005

TENTANG

RJMD PROVINSI SULUT TAHUN 2005-2010